PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM AKTIVITAS DAKWAH:
MENELUSURI SIGNIFIKANSI DAKWAH ONLINE *
Dr. Rusli, S.Ag., M.Soc.Sc **
I. Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa dakwah memainkan peran yang sangat penting
dalam penyebaran Islam. Masuknya Islam ke Nusantara tidak terlepas dari upaya
dakwah ini. Dalam tradisi keberagamaan umat Islam, mengajak orang kepada
kebaikan dan memperingatkan orang untuk menghindari kejahatan adalah suatu
prinsip yang mutlak, tidak dapat ditawar lagi. Untuk tujuan ini, dakwah adalah
medianya, dan ini menjadi kewajiban masing-masing individu, bukan hanya hak prerogatif
sebuah lembaga tertentu (la rahbaniyyah fi al-Islam). Pernyataan ini
secara teologis-normatif didukung oleh hadis: “Sampaikan dariku meskipun hanya
satu ayat …” (ballighu ‘anni walaw ayah …),[1]
atau “ … Yang hadir dalam majelisku hendaknya menyampaikan kepada yang tidak
hadir.” (… liyuballigh al-shahid minkum al-gha’ib).[2]
Namun demikian, dalam menyampaikan dakwah, materi dakwah dan media
transmisinya dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Dalam kaidah ushul
fikih disebutkan bahwa “Hukum berputar di seputar ilatnya. Jika ada ilat, maka
ada hukum. Jika tidak ada, maka tidak ada hukum,” (al-hukm yadur ma‘a illatihi wujudan wa ‘adaman), dan perkataan Ibn al-Qayyim, “Perubahan fatwa
karena perubahan waktu, tempat, kondisi, dan adat istiadat,” (taghayyur
al-fatwa bi taghayyur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id),[3]
serta ungkapan Shahrur “Perubahan hukum terjadi karena perubahan paradigma
pengetahuan” (taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-nuzum al-ma‘rifiyyah).[4]
Dari ungkapan-ungkapan ini dapat dikatakan bahwa ilat bagi perubahan sesuatu
adalah kondisi zaman dan tempat serta paradigma pengetahuan. Dalam kaitan ini,
perubahan materi dakwah dan media transmisinya dapat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan zamannya dan paradigma ilmu pengetahuan saat itu.
Salah satu yang dapat menciptakan perubahan ini adalah teknologi
informasi yang ditandai dengan menjamurnya Internet. Pertanyaan bagaimana peran
Internet dalam penyampaian dakwah menjadi satu isu yang akan dijawab dan diulas
dalam tulisan ini.
II. Dakwah dan Perkembangan
Teknologi
Berbicara tentang dakwah, yang dalam bahasa Arab berarti “ajakan, seruan,
panggilan,” (saha bihi wa nadahu)[5]
berarti kita harus berbicara tentang lima unsur yang memperkuat konsep
tersebut, yaitu dai (mubalig) sebagai pelaku dakwah (al-qa’im bi al-da‘wah),
materi dakwah, metode dakwah, sasaran dakwah, dan media dakwah. Sebagai pelaku
dakwah, tentu seorang dai harus mempunyai setidaknya tiga hal: sikap (attitude),
pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Mengenai materi
dakwah, tentu saja ia harus disesuaikan dengan target dakwah dan kondisi
zamannya. Tentang metode dakwah, ia mencakup berbagai cara, di antaranya,
seperti yang dirangkum dalam Alquran: bi al-hikmah wa al-maw‘izah al-hasanah (dengan
penuh hikmah dan nasehat yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (perdebatan
dengan cara yang terbaik). Sementara itu, mengenai sasaran dakwah—baik
Muslim maupun non-Muslim—perlu dipahami kondisi psikologis, sosial, budaya,
ekonomi, dan lain-lain, sehingga dakwah tersebut mudah masuk ke dalam diri dan
pikiran mereka.
Di antara lima unsur tersebut yang relevan dengan pembahasan kita adalah
media dakwah. Dalam kaitan dengan media penyampaian dakwah, secara historis
terdapat banyak perkembangan dan modifikasi. Tentu saja, ini terkait dengan
persoalan konteks zaman dan tempat, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak
dapat diragukan lagi bahwa perkembangan teknologi memainkan peran yang sangat
vital dalam penyebaran dakwah ini. Ketika ditemukan radio, dakwah yang biasanya
hanya disampaikan secara fisik ke masyarakat, mulai disampaikan melalui media
ini, sehingga jangkauannya sedikit lebih meluas ketimbang secara fisik yang
terbatas hanya pada ruang tertentu. Ini dapat sampai kepada banyak wilayah yang
terkena sinyal radio tersebut. Dan, fenomena penyampaian dakwah melalui radio ini
tetap berlangsung sampai sekarang.
Ketika ditemukan televisi, jangkauan dakwah bisa menasional sampai ke
pelosok-pelosok terpencil di Nusantara, dan kita dapat saksikan banyak dai dan
mubalig dengan beragam ciri dan keunikannya menyampaikan pesan-pesan Islam
melalui media ini. Tetapi, sayangnya karena televisi berangkat dari prinsip-prinsip
kapitalis yang kerap berorientasi ekonomi, maka seringkali agama dikomersialisasikan
atau dengan televisi berupaya mencari keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Maka, tidak heran jika tokoh-tokoh penyampai pesan keagamaan adalah sejauh yang
dapat menarik perhatian pemirsa, karena ini terkait dengan persoalan iklan yang
banyak mendatangkan pundi-pundi uang. Konsekuensinya, sering tampil dai-dai
yang kurang mendalam pengetahuan keagamaannya. Secara sosial keagamaan, hal ini
dapat berbahaya, karena jamaah atau para pemirsa boleh jadi mendapatkan
pesan-pesan keagamaan yang keliru, yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan
secara keliru pula.
Dengan ditemukannya Internet,
dakwah dapat lebih meluas lagi melampaui batasan-batasan geografis. Inilah
potensi yang luar biasa besar bagi penyebaran dakwah dan penanaman nilai-nilai
Alquran. Pembahasan berikut berusaha mengulas tentang peran Internet dalam
penyebaran dakwah ini.
III. Dakwah dan
Teknologi Informasi (Internet)
Internet dipahami sebagai “jaringan komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas
komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit.”[6]
Ia merupakan media komunikasi, yang dibandingkan dengan media-media komunikasi
lain, mempunyai dua ciri yang begitu menonjol. Ciri yang pertama adalah internasionalisme,
yaitu Internet tidak hanya menghubungkan banyak orang di lintas negara dan
wilayah, namun juga menghilangkan batasan-batasan internasional. Orang-orang
asing dihubungkan oleh satu kepentingan yang sama yang tidak berhubungan dengan
kebangsaan. Dalam hal ini, Internet dipertentangkan secara tajam dengan apa
yang disebut para filosof sebagai civil society, yang mempunyai
karakteristik menghubungkan orang-orang asing dengan menyatukan mereka dalam satu
wilayah atau kekuasaan politik tertentu. Ciri yang kedua adalah populisme,
yaitu akses kepadanya tidak dibatasi kecuali oleh alat-alat dan keterampilan
teknis penyensoran.[7]
Mengingat dua karakteristik ini, maka Internet mempunyai daya pengaruh yang
sangat kuat kepada masyarakat, yaitu terkait dengan perubahan pada perilaku
individu dan masyarakat. Masuknya Internet ke dalam aspek kehidupan umat Islam
mulai menggeser pemikiran-pemikiran lama. Seorang yang ingin belajar agama
Islam, jika ia tidak punya waktu untuk menghadiri majelis-majelis ilmu secara
fisik, mungkin dapat mempelajarinya di Internet. Hal ini karena Internet
menyediakan berbagai milis.[8]
Jika kita mengetik kata kunci “Islam” di YahooGroups, misalnya, maka akan kita
peroleh tidak kurang dari 2000 milis yang membahas sosial Islam dari berbagai
bahasa dan negara. Bahkan, tafsir Alquran
dalam bahasa Indonesia versi Departemen Agama pun dapat disimak di sebuah milis
yang didirikan pada Agustus 2000 dan telah memiliki anggota sebanyak 1000 orang
lebih. Selain itu, di Internet juga
terdapat banyak situs yang menyediakan informasi yang sangat kaya, seperti
mesin pencari informasi Google, Yahoo, Altavista, Lycos, dan lain-lain. Bahkan,
lebih jauh lagi, terdapat pula situs-situs Islam dengan beragam disiplin
keilmuan Islam, seperti Alquran, Hadis, fikih, dan sebagainya.[9]
Melihat pada daya pengaruhnya yang tinggi ini, maka berdakwah melalui
media Internet menjadi sangat penting. Dalam sebuah kaidah disebutkan li
al-wasa’il hukm al-maqasid (media sama
kedudukannya dengan tujuan). Jika tujuan dakwah itu wajib, maka keberadaan
Internet sebagai media penyampai pesan tersebut pun menjadi wajib. Dengan
demikian, berdakwah melalui Internet dalam era sekarang ini pun menjadi sebuah
keharusan. Berdakwah dengan Internet dapat menggunakan berbagai jejaring sosial
seperti chatting, yahoo messanger, blog, facebook, twitter, dan sebagainya.
Terkait dengan facebook di Indonesia, menurut data statistik yang
dilansir oleh CheckFacebook.com, jumlah penggunanya telah masuk 10 besar di
dunia. Indonesia bertengger ke peringkat ke-7, mengalahkan Australia, Spanyol
dan Kolombia di peringkat ke-10. Sementara itu, menurut data yang dikutip
Teknologi.Net, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna facebook
terbesar kedua setelah Turki di Benua Asia, yaitu sebesar 5.949.740
user. Sementara Turki, yang menduduki peringkat keempat di dunia, memiliki
10.926.180 user per Selasa, 16 Juni 2009 pukul 17.00 WIB. Fakta ini seharusnya mendorong seorang aktivis dan
pegiat dakwah untuk membuat postingan berita tentang Islam atau artikel-artikel
tentang Islam melalui Facebook, atau jejaring sosial lainnya. Namun, dalam
realitasnya, kebanyakan mereka lebih suka meng-update status dan
mengomentari status kawannya.
Terkait dengan situs Islam, sebuah langkah yang baik telah banyak
dilakukan oleh ulama-ulama di Timur Tengah dan para cendekiawan Islam di Eropa
dan Amerika yang menyambut media internet sebagai senjata dakwah. Sebagai
contoh, situs seorang ulama bernama Salman ‘Awdah yang menjadi direktur situs dakwah
Islam (www.islamtoday.com) dengan
empat bahasa Inggris, Arab, Perancis,
dan Mandarin. Selain Salman, masih ada
sosok mualaf bernama Yusuf Estes yang terkenal dengan YoutubeIslam.com-nya (sekarang
IslamTube.com), sebuah situs seperti Youtube yang dikelola
secara islami. Yusuf juga diketahui mengelola banyak situs lainnya. Dari
dakwahnyalah diketahui bahwa banyak ratusan bahkan ribuan orang kafir menerima
dakwah Islam, dan jutaan remaja Islam mengenal agamanya dengan baik. Di
Indonesia, telah tampil beberapa situs Islam terkemuka seperti dan beberapa situs
Islam lainnya dengan beraneka latar belakang genrewww.muslimdaily.net,
www.eramuslim.com, www.hidayatullah.com.
Langkah-langkah ini seharusnya dicontoh. Namun sayangnya, kepedulian
ulama dan aktivitas dakwah Islam terhadap masalah ini begitu rendah. Majelis
Ulama Indonesia (MUI), yang secara de jure menjadi perwakilan para ulama
di Indonesia, ternyata tidak mempunyai sebuah website yang layak. Situs resmi MUI
diketahui tidak up-to-date sama sekali. Sementara itu, situs-situs resmi
ormas-ormas Islam di Indonesia seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
masih belum beranjak dari agenda-agenda laporan internal organisasinya.
Lalu, jika kita sudah menggunakan Internet sebagai media dakwah
individual dan kolektif, bagaimana caranya kita berdakwah dengan menggunakan
media ini? Model apa yang dapat digunakan? Pertanyaan ini akan dibahas pada
uraian berikutnya.
IV. Dakwah Online: Menelusuri
Model
Berdakwah melalui Internet disebut online da’wah, sebagai lawan
dari offline da’wah. Istilah online mengarah kepada satu koneksi
kepada Intenet atau World Wide Web (WWW), sedangkan istilah offline mengindikasikan
ketiadaan koneksi dengan Internet. Istilah dakwah online, yang
menggabungkan istilah dakwah dan online, menyiratkan bahwa dakwah
dilakukan dengan media Internet yang membedakannya dengan berbagai media dakwah
arus utama lainnya.
Internet memang telah membawa satu cara baru dalam berdakwah, yang dengan
cara itu, interaksi antara mubalig (al-da‘i) dan audiens (al-mad‘u)
terjadi secara interaktif, bahkan tanpa bertemu secara pribadi. Dalam wilayah
baru ini, da‘i dapat
membangun hubungan yang baru dan menjaga hubungan yang ada dengan mad‘u
untuk memberikan pemahaman yang tepat kepadanya tentang Islam dan merekrutnya
untuk bekerja buat Islam. Untuk mengembangkan komunikasi online dalam berdakwah
atau lebih tepatnya dakwah online, unsur yang paling penting adalah memasukan
unsur sosialisasi yang mencakup proses al-ta‘aruf (perkenalan) dan al-ta’aluf
(harmoni) dengan mad‘u. Yang pertama adalah perkenalan dengan al-mad‘u
dengan cara menciptakan, memupuk dan melanggengkan hubungan sosial. Langkah
yang terakhir dimanifestasikan oleh yang kemudian yang mencakup sikap saling
memahami, peduli, kerjasama, dan membantu. Sosialisasi itu sangat penting untuk
berhubungan dengan al-mad‘u karena esensi dakwah melekat pada interaksi
personal antara al-da‘i dan al-mad‘u. Unsur ini adalah faktor
penting bagi kesuksesan misi dakwah. Sosialisasi dapat dilakukan menurut tiga
tingkatan interaksi online, yaitu penyebaran, partisipasi dan mobilisasi.
1. Penyebaran
Peran penting seorang dai adalah berupaya menyebarkan berita-berita dan
informasi yang berbeda tentang Islam yang tidak dicakup dalam media arus utama.
Termasuk pula upaya-upaya untuk mengulas dan membantah klaim-klaim dan
informasi-informasi yang tidak tepat dan akurat tentang Islam yang mungkin
memunculkan kebingungan dan kesalahpahaman. Malah, media mempunyai peran yang
penting dalam memaksa pandangan orang yang dapat membentuk dan mempengaruhi
pandangan dunia mereka. Karena tujuan utama dakwah adalah mengubah dan mengoreksi
pandangan dunia seseorang yang merupakan refleksi terhadap cara mereka berpikir
dan bertindak, maka seorang dai perlu meyakinkan orang untuk mempunyai informasi
yang benar tentang Islam. Ini adalah misi yang penting dalam menjalani dakwah
di lingkungan online karena Internet menyajikan model penyebaran informasi yang
efisien dan murah.
2. Partisipasi
Selain menyebarkan berita dan informasi, mengundang al-mad‘u
dalam mendiskusikan isu-isu yang terkait dengan kepentingan Islam adalah misi
dakwah kedua di Internet. Diskusi tersebut tidak mesti terkait dengan isu-isu
tentang salat dan puasa, namun harus mencakup semua isu keduniawian yang
mungkin diminati oleh Muslim seperti politik, ekonomi, pendidikan dan isu-isu
sosial. Interaksi aktif tersebut akan mencapai dua misi penting dakwah, yaitu
pembentukan identitas kolektif dan penanaman sense of obligation (perasaan
wajib). Identitas kolektif dakwah adalah persepsi di kalangan partisipan bahwa
mereka milik satu kelompok dakwah dan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab
untuk berkontribusi kepada kerja-kerja dakwah.
Sense of obligation adalah
kesadaran Muslim untuk melakukan kewajiban dan tugas dakwah. Ia merupakan
sebuah kewajiban bagi Muslim untuk melakukan dakwah tanpa melihat posisi sosial
yang ia sandang dalam masyarakat. Dakwah bukanlah ekslusif untuk imam atau
ulama, namun kewajiban setiap Muslim yang mempunyai kesadaran tentang Islam. Untuk
memunculkan kesadaran ini, perlu adanya keimanan dan ketakwaan yang mendalam
yang memotivasi hati nurani Muslim untuk melakukan sebuah pekerjaan secara
ikhlas untuk mendapatkan rida Allah. Diasumsikan bahwa mereka yang menggunakan
Internet untuk mendiskusikan isu-isu yang terkait dengan Islam adalah tertarik
kepada Islam dan mempunyai keinginan untuk menghabiskan waktu dan tenaga demi ketinggian
Islam. Meskipun tidak ada satu kajian khusus yang menghubungkan penggunaan
Internet dengan keimanan dan ketakwaan, namun dapat dipahami bahwa keinginan
untuk menghabiskan waktu dan uang adalah di antara tanda-tanda mempunyai
komitmen tertentu terhadap Islam. Firman Allah Swt: والذين آمنوا أشد حبا لله (Orang-orang beriman lebih besar kecintaannya
kepada Allah).[10] Ini
menyiratkan bahwa seorang yang mencintai Allah siap berkorban untuk-Nya.
Mencurahkan waktu, usaha, gagasan dan uang adalah pengorbanan yang dibutuhkan
seseorang khususnya ketika seorang terlibat dalam diskusi online. Oleh karena
itu, diskusi online adalah sebuah peluang yang dapat digunakan untuk melakukan
kerja-kerja dakwah lantaran ia mungkin dapat menciptakan komunitas online yang
peduli terhadap Islam.
3. Mobilisasi
Mobilisasi didefinisikan sebagai sebuah proses menarik orang untuk
berpartisipasi dalam sebuah aktivitas oleh sebuah organisasi atau gerakan
sosial yang biasanya berhubungan dengan tindakan politik. Rosenstone dan Hansen
mendefinisikan mobilisasi sebagai “proses yang digunakan oleh kandidat, partai,
aktivitis, dan kelompok untuk membujuk orang lain untuk berpartisipasi” (The
process by which candidates, parties, activists, and groups induce other people
to participate).[11]
Mobilisasi dakwah merupakan sebuah upaya untuk melakukan dakwah, tidak hanya
dalam politik namun dalam semua aspek kehidupan sepanjang berada dalam ruang
menyeru orang kepada kebaikan dan kebenaran. Ini berbeda dengan pemikiran
filsafat Barat karena ia memisahkan agama dari politik, sementara dalam Islam,
politik adalah bagian dan paket dari dakwah. Oleh karena itu, jangkauan
mobilisasi dakwah berkisar dari pendekatan personal terhadap dakwah kepada
partisipasi dalam kampanye publik selama pemilihan. Dengan kata lain, wilayah
dakwah tidak hanya di seputar masjid, namun harus merespons semua isu dalam
masyarakat yang menyeru orang kepada kebaikan dan membantu mereka memecahkan
persoalan-persoalan mereka. Dapat dikatakan bahwa mobilisasi dakwah adalah
sebuah proses untuk mendidik orang untuk melakukan kerja-kerja dakwah dan
merekrut mereka menjadi aktivis dakwah.
Kemajuan Internet meningkatkan mobilisasi dakwah ini karena daya
interaksinya dan komunikasi instannya dengan biaya dan tenaga yang lebih
rendah. Dari perspektif dakwah, ia menciptakan jaringan di kalangan masyarakat
yang menyokong kerja-kerja dakwah yang, di satu sisi, dapat digunakan untuk
tujuan-tujuan pengaturan, koordinasi dan mobilisasi. Sementara, di sisi lain,
ia melahirkan perkembangan aktivitas yang mendukung peran gerakan Islam dalam
masyarakat. Dalam pandangan inilah, media Internet harus digunakan karena
mobilisasi adalah hirarki kerja yang tertinggi dalam dunia online karena
partisipasi tidak hanya di depan komputer, namun juga secara langsung.
IV. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Internet memainkan peran
yang sangat vital dalam pembentukan kesadaran masyarakat. Dakwah adalah
tanggung jawab bagi seorang Muslim untuk menyampaikan kepada orang lain tentang
kebaikan dan kebenaran dan mengajak mereka berpegang kepadanya. Karena watak
Internet yang populis dan tidak mengenal batas wilayah, serta murah dan
efisien, maka pegiat dan aktivis dakwah dapat menggunakan media ini untuk
keberhasilan dakwah mereka, baik dalam bentuk facebook, twitter, blog, situs,
dan lain-lain. Dalam kaitan ini, ada satu model dakwah online yang menekankan
pada sosialisasi yang mencakup proses al-ta‘aruf (perkenalan) dan al-ta’aluf
(harmoni) dengan sasaran dakwah (al-mad‘u). Sosialisasi ini
dilakukan menurut tiga tingkatan interaksi online, yaitu penyebaran,
partisipasi dan mobilisasi.
Daftar Pustaka
al-Bukhari, Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Isma‘il. Sahih al-Bukhari. Saudi Arabia: Bayt al-Afkar al-Dawliyyah, 1998.
Graham, Gordon. The Internet: A Philosophical Inquiry. London
& Newyork: Routledge, 1999.
al-Jawziyyah,
Ibn Qayyim I‘lam al-Muwaqqi‘in
‘an Rabb al-‘Alamin. Tahqiq: Abu ‘Ubaydah Mashhur ibn Hasan Al Sulayman.
Jilid 1. Riyad: Dar Ibn al-Jawzi,
1423 H.
Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah. al-Mu‘jam
al-Wasit. Cet. ke-4. Kairo: Maktabah
al-Shuruq al-Dawliyyah, 2004.
Manz}ur, Ibn. Lisan al-‘Arab. Kairo: Dar al-Ma‘arif, tt.
Rosenstone, S. J. and
J. M. Hansen. Mobilization, Participation, and
American Democracy. New York: Macmillan, 1993.
Shah}rur, Muh}ammad. Nahwa Usul
Jadidah li al-Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah. Damaskus: al-Uhali, 2000.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa,
2008.
al-Tirmidhi, Muhammad ibn ‘Isa ibn
Sawrah ibn. Sunan al-Tirmidhi. tahqiq: Muhammad Nasir al-Din al-Albani. Riyad: Maktabah al-Ma‘arif, tt.
* Makalah
disampaikan dalam “Pelatihan Kader Mubalig”, yang diselenggarakan oleh Pengurus
Nahdatul Ulama (MU) Sulawesi Tengah dengan Kanwil Kementerian Agama Sulawesi
Tengah (Palu, 15 Juni-02 Juli 2012).
[1] Muhammad ibn
‘Isa ibn Sawrah ibn al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, tahqiq: Muhammad
Nasir al-Din al-Albani (Riyad: Maktabah al-Ma‘arif, tt), 601. Kualitas hadis
ini adalah hasan sahih.
[2] Abu ‘Abd
Allah Muhammad ibn Isma‘il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Saudi Arabia:
Bayt al-Afkar al-Dawliyyah, 1998), 46.
[3] Ibn Qayyim al-Jawziyyah, I‘lam al-Muwaqqi‘in ‘an Rabb al-‘Alamin, Tahqiq: Abu ‘Ubaydah Mashhur ibn Hasan
Al Sulayman, Jilid 1 (Riyad: Dar Ibn al-Jawzi, 1423 H), 41.
[4] Lihat Muhammad Shahrur, Nahwa Usul
Jadidah li al-Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah (Damaskus: al-Uhali,
2000).
[5] Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu‘jam
al-Wasit, Cet. ke-4 (Kairo: Maktabah al-Shuruq al-Dawliyyah, 2004), 286;
Lihat Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab (Kairo: Dar al-Ma‘arif, ), 1386.
[7] Gordon
Graham, The Internet: A Philosophical Inquiry (London & Newyork:
Routledge, 1999), 86-87.
[9] Situs-situs
Islam mulai bermunculan di Indonesia pada
tahun 1999-2000,
tidak hanya sekedar
situs-situs institusi Islam, tetapi juga berisi aneka informasi dan fasilitas
yang memang dibutuhkan oleh umat Islam.
[11] S. J.
Rosenstone and J.
M. Hansen, Mobilization,
Participation, and American Democracy (New York: Macmillan, 1993), 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar