Selasa, 17 Juli 2012

Dakwah Online


PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM AKTIVITAS DAKWAH:
MENELUSURI SIGNIFIKANSI DAKWAH ONLINE *

Dr. Rusli, S.Ag., M.Soc.Sc **

I.  Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa dakwah memainkan peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam. Masuknya Islam ke Nusantara tidak terlepas dari upaya dakwah ini. Dalam tradisi keberagamaan umat Islam, mengajak orang kepada kebaikan dan memperingatkan orang untuk menghindari kejahatan adalah suatu prinsip yang mutlak, tidak dapat ditawar lagi. Untuk tujuan ini, dakwah adalah medianya, dan ini menjadi kewajiban masing-masing individu, bukan hanya hak prerogatif sebuah lembaga tertentu (la rahbaniyyah fi al-Islam). Pernyataan ini secara teologis-normatif didukung oleh hadis: “Sampaikan dariku meskipun hanya satu ayat …” (ballighu ‘anni walaw ayah …),[1] atau “ … Yang hadir dalam majelisku hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir.” (… liyuballigh al-shahid minkum al-gha’ib).[2]
Namun demikian, dalam menyampaikan dakwah, materi dakwah dan media transmisinya dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Dalam kaidah ushul fikih disebutkan bahwa “Hukum berputar di seputar ilatnya. Jika ada ilat, maka ada hukum. Jika tidak ada, maka tidak ada hukum,” (al-hukm yadur ma‘a illatihi wujudan wa ‘adaman), dan perkataan Ibn al-Qayyim, “Perubahan fatwa karena perubahan waktu, tempat, kondisi, dan adat istiadat,” (taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id),[3] serta ungkapan Shahrur “Perubahan hukum terjadi karena perubahan paradigma pengetahuan” (taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-nuzum al-ma‘rifiyyah).[4] Dari ungkapan-ungkapan ini dapat dikatakan bahwa ilat bagi perubahan sesuatu adalah kondisi zaman dan tempat serta paradigma pengetahuan. Dalam kaitan ini, perubahan materi dakwah dan media transmisinya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan zamannya dan paradigma ilmu pengetahuan saat itu.
Salah satu yang dapat menciptakan perubahan ini adalah teknologi informasi yang ditandai dengan menjamurnya Internet. Pertanyaan bagaimana peran Internet dalam penyampaian dakwah menjadi satu isu yang akan dijawab dan diulas dalam tulisan ini.

II. Dakwah dan Perkembangan Teknologi
Berbicara tentang dakwah, yang dalam bahasa Arab berarti “ajakan, seruan, panggilan,” (saha bihi wa nadahu)[5] berarti kita harus berbicara tentang lima unsur yang memperkuat konsep tersebut, yaitu dai (mubalig) sebagai pelaku dakwah (al-qa’im bi al-da‘wah), materi dakwah, metode dakwah, sasaran dakwah, dan media dakwah. Sebagai pelaku dakwah, tentu seorang dai harus mempunyai setidaknya tiga hal: sikap (attitude), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Mengenai materi dakwah, tentu saja ia harus disesuaikan dengan target dakwah dan kondisi zamannya. Tentang metode dakwah, ia mencakup berbagai cara, di antaranya, seperti yang dirangkum dalam Alquran: bi al-hikmah wa al-maw‘izah al-hasanah (dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (perdebatan dengan cara yang terbaik). Sementara itu, mengenai sasaran dakwah—baik Muslim maupun non-Muslim—perlu dipahami kondisi psikologis, sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain, sehingga dakwah tersebut mudah masuk ke dalam diri dan pikiran mereka.
Di antara lima unsur tersebut yang relevan dengan pembahasan kita adalah media dakwah. Dalam kaitan dengan media penyampaian dakwah, secara historis terdapat banyak perkembangan dan modifikasi. Tentu saja, ini terkait dengan persoalan konteks zaman dan tempat, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak dapat diragukan lagi bahwa perkembangan teknologi memainkan peran yang sangat vital dalam penyebaran dakwah ini. Ketika ditemukan radio, dakwah yang biasanya hanya disampaikan secara fisik ke masyarakat, mulai disampaikan melalui media ini, sehingga jangkauannya sedikit lebih meluas ketimbang secara fisik yang terbatas hanya pada ruang tertentu. Ini dapat sampai kepada banyak wilayah yang terkena sinyal radio tersebut. Dan, fenomena penyampaian dakwah melalui radio ini tetap berlangsung sampai sekarang.
Ketika ditemukan televisi, jangkauan dakwah bisa menasional sampai ke pelosok-pelosok terpencil di Nusantara, dan kita dapat saksikan banyak dai dan mubalig dengan beragam ciri dan keunikannya menyampaikan pesan-pesan Islam melalui media ini. Tetapi, sayangnya karena televisi berangkat dari prinsip-prinsip kapitalis yang kerap berorientasi ekonomi, maka seringkali agama dikomersialisasikan atau dengan televisi berupaya mencari keuntungan ekonomi sebesar-besarnya. Maka, tidak heran jika tokoh-tokoh penyampai pesan keagamaan adalah sejauh yang dapat menarik perhatian pemirsa, karena ini terkait dengan persoalan iklan yang banyak mendatangkan pundi-pundi uang. Konsekuensinya, sering tampil dai-dai yang kurang mendalam pengetahuan keagamaannya. Secara sosial keagamaan, hal ini dapat berbahaya, karena jamaah atau para pemirsa boleh jadi mendapatkan pesan-pesan keagamaan yang keliru, yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan secara keliru pula.
 Dengan ditemukannya Internet, dakwah dapat lebih meluas lagi melampaui batasan-batasan geografis. Inilah potensi yang luar biasa besar bagi penyebaran dakwah dan penanaman nilai-nilai Alquran. Pembahasan berikut berusaha mengulas tentang peran Internet dalam penyebaran dakwah ini.

III. Dakwah dan Teknologi Informasi (Internet)
Internet dipahami sebagai “jaringan komunikasi elektronik yang  menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit.”[6] Ia merupakan media komunikasi, yang dibandingkan dengan media-media komunikasi lain, mempunyai dua ciri yang begitu menonjol. Ciri yang pertama adalah internasionalisme, yaitu Internet tidak hanya menghubungkan banyak orang di lintas negara dan wilayah, namun juga menghilangkan batasan-batasan internasional. Orang-orang asing dihubungkan oleh satu kepentingan yang sama yang tidak berhubungan dengan kebangsaan. Dalam hal ini, Internet dipertentangkan secara tajam dengan apa yang disebut para filosof sebagai civil society, yang mempunyai karakteristik menghubungkan orang-orang asing dengan menyatukan mereka dalam satu wilayah atau kekuasaan politik tertentu. Ciri yang kedua adalah populisme, yaitu akses kepadanya tidak dibatasi kecuali oleh alat-alat dan keterampilan teknis penyensoran.[7]
Mengingat dua karakteristik ini, maka Internet mempunyai daya pengaruh yang sangat kuat kepada masyarakat, yaitu terkait dengan perubahan pada perilaku individu dan masyarakat. Masuknya Internet ke dalam aspek kehidupan umat Islam mulai menggeser pemikiran-pemikiran lama. Seorang yang ingin belajar agama Islam, jika ia tidak punya waktu untuk menghadiri majelis-majelis ilmu secara fisik, mungkin dapat mempelajarinya di Internet. Hal ini karena Internet menyediakan berbagai milis.[8] Jika kita mengetik kata kunci “Islam” di YahooGroups, misalnya, maka akan kita peroleh tidak kurang dari 2000 milis yang membahas sosial Islam dari berbagai bahasa dan negara. Bahkan, tafsir Alquran dalam bahasa Indonesia versi Departemen Agama pun dapat disimak di sebuah milis yang didirikan pada Agustus 2000 dan telah memiliki anggota sebanyak 1000 orang lebih. Selain itu, di Internet juga terdapat banyak situs yang menyediakan informasi yang sangat kaya, seperti mesin pencari informasi Google, Yahoo, Altavista, Lycos, dan lain-lain. Bahkan, lebih jauh lagi, terdapat pula situs-situs Islam dengan beragam disiplin keilmuan Islam, seperti Alquran, Hadis, fikih, dan sebagainya.[9]
Melihat pada daya pengaruhnya yang tinggi ini, maka berdakwah melalui media Internet menjadi sangat penting. Dalam sebuah kaidah disebutkan li al-wasa’il hukm al-maqasid (media sama kedudukannya dengan tujuan). Jika tujuan dakwah itu wajib, maka keberadaan Internet sebagai media penyampai pesan tersebut pun menjadi wajib. Dengan demikian, berdakwah melalui Internet dalam era sekarang ini pun menjadi sebuah keharusan. Berdakwah dengan Internet dapat menggunakan berbagai jejaring sosial seperti chatting, yahoo messanger, blog, facebook, twitter, dan sebagainya.
Terkait dengan facebook di Indonesia, menurut data statistik yang dilansir oleh CheckFacebook.com, jumlah penggunanya telah masuk 10 besar di dunia. Indonesia bertengger ke peringkat ke-7, mengalahkan Australia, Spanyol dan Kolombia di peringkat ke-10. Sementara itu, menurut data yang dikutip Teknologi.Net, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna facebook terbesar kedua setelah Turki di Benua Asia, yaitu sebesar 5.949.740 user. Sementara Turki, yang menduduki peringkat keempat di dunia, memiliki 10.926.180 user per Selasa, 16 Juni 2009 pukul 17.00 WIB. Fakta ini seharusnya mendorong seorang aktivis dan pegiat dakwah untuk membuat postingan berita tentang Islam atau artikel-artikel tentang Islam melalui Facebook, atau jejaring sosial lainnya. Namun, dalam realitasnya, kebanyakan mereka lebih suka meng-update status dan mengomentari status kawannya.
Terkait dengan situs Islam, sebuah langkah yang baik telah banyak dilakukan oleh ulama-ulama di Timur Tengah dan para cendekiawan Islam di Eropa dan Amerika yang menyambut media internet sebagai senjata dakwah. Sebagai contoh, situs seorang ulama bernama Salman Awdah yang menjadi direktur situs dakwah Islam (www.islamtoday.com) dengan empat bahasa Inggris, Arab, Perancis, dan Mandarin. Selain Salman, masih ada sosok mualaf bernama Yusuf Estes yang terkenal dengan YoutubeIslam.com-nya (sekarang IslamTube.com), sebuah situs seperti Youtube yang dikelola secara islami. Yusuf juga diketahui mengelola banyak situs lainnya. Dari dakwahnyalah diketahui bahwa banyak ratusan bahkan ribuan orang kafir menerima dakwah Islam, dan jutaan remaja Islam mengenal agamanya dengan baik. Di Indonesia, telah tampil beberapa situs Islam terkemuka seperti  dan beberapa situs Islam lainnya dengan beraneka latar belakang genrewww.muslimdaily.net, www.eramuslim.com, www.hidayatullah.com.
Langkah-langkah ini seharusnya dicontoh. Namun sayangnya, kepedulian ulama dan aktivitas dakwah Islam terhadap masalah ini begitu rendah. Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang secara de jure menjadi perwakilan para ulama di Indonesia, ternyata tidak mempunyai sebuah website yang layak. Situs resmi MUI diketahui tidak up-to-date sama sekali. Sementara itu, situs-situs resmi ormas-ormas Islam di Indonesia seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah masih belum beranjak dari agenda-agenda laporan internal organisasinya.
Lalu, jika kita sudah menggunakan Internet sebagai media dakwah individual dan kolektif, bagaimana caranya kita berdakwah dengan menggunakan media ini? Model apa yang dapat digunakan? Pertanyaan ini akan dibahas pada uraian berikutnya.

IV.  Dakwah Online: Menelusuri Model
Berdakwah melalui Internet disebut online da’wah, sebagai lawan dari offline da’wah. Istilah online mengarah kepada satu koneksi kepada Intenet atau World Wide Web (WWW), sedangkan istilah offline mengindikasikan ketiadaan koneksi dengan Internet. Istilah dakwah online, yang menggabungkan istilah dakwah dan online, menyiratkan bahwa dakwah dilakukan dengan media Internet yang membedakannya dengan berbagai media dakwah arus utama lainnya.
Internet memang telah membawa satu cara baru dalam berdakwah, yang dengan cara itu, interaksi antara mubalig (al-da‘i) dan audiens (al-mad‘u) terjadi secara interaktif, bahkan tanpa bertemu secara pribadi. Dalam wilayah baru ini, da‘i dapat membangun hubungan yang baru dan menjaga hubungan yang ada dengan mad‘u untuk memberikan pemahaman yang tepat kepadanya tentang Islam dan merekrutnya untuk bekerja buat Islam. Untuk mengembangkan komunikasi online dalam berdakwah atau lebih tepatnya dakwah online, unsur yang paling penting adalah memasukan unsur sosialisasi yang mencakup proses al-ta‘aruf (perkenalan) dan al-ta’aluf (harmoni) dengan mad‘u. Yang pertama adalah perkenalan dengan al-mad‘u dengan cara menciptakan, memupuk dan melanggengkan hubungan sosial. Langkah yang terakhir dimanifestasikan oleh yang kemudian yang mencakup sikap saling memahami, peduli, kerjasama, dan membantu. Sosialisasi itu sangat penting untuk berhubungan dengan al-mad‘u karena esensi dakwah melekat pada interaksi personal antara al-da‘i dan al-mad‘u. Unsur ini adalah faktor penting bagi kesuksesan misi dakwah. Sosialisasi dapat dilakukan menurut tiga tingkatan interaksi online, yaitu penyebaran, partisipasi dan mobilisasi.

1.  Penyebaran
Peran penting seorang dai adalah berupaya menyebarkan berita-berita dan informasi yang berbeda tentang Islam yang tidak dicakup dalam media arus utama. Termasuk pula upaya-upaya untuk mengulas dan membantah klaim-klaim dan informasi-informasi yang tidak tepat dan akurat tentang Islam yang mungkin memunculkan kebingungan dan kesalahpahaman. Malah, media mempunyai peran yang penting dalam memaksa pandangan orang yang dapat membentuk dan mempengaruhi pandangan dunia mereka. Karena tujuan utama dakwah adalah mengubah dan mengoreksi pandangan dunia seseorang yang merupakan refleksi terhadap cara mereka berpikir dan bertindak, maka seorang dai perlu meyakinkan orang untuk mempunyai informasi yang benar tentang Islam. Ini adalah misi yang penting dalam menjalani dakwah di lingkungan online karena Internet menyajikan model penyebaran informasi yang efisien dan murah.

2. Partisipasi
Selain menyebarkan berita dan informasi, mengundang al-mad‘u dalam mendiskusikan isu-isu yang terkait dengan kepentingan Islam adalah misi dakwah kedua di Internet. Diskusi tersebut tidak mesti terkait dengan isu-isu tentang salat dan puasa, namun harus mencakup semua isu keduniawian yang mungkin diminati oleh Muslim seperti politik, ekonomi, pendidikan dan isu-isu sosial. Interaksi aktif tersebut akan mencapai dua misi penting dakwah, yaitu pembentukan identitas kolektif dan penanaman sense of obligation (perasaan wajib). Identitas kolektif dakwah adalah persepsi di kalangan partisipan bahwa mereka milik satu kelompok dakwah dan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi kepada kerja-kerja dakwah.
Sense of obligation adalah kesadaran Muslim untuk melakukan kewajiban dan tugas dakwah. Ia merupakan sebuah kewajiban bagi Muslim untuk melakukan dakwah tanpa melihat posisi sosial yang ia sandang dalam masyarakat. Dakwah bukanlah ekslusif untuk imam atau ulama, namun kewajiban setiap Muslim yang mempunyai kesadaran tentang Islam. Untuk memunculkan kesadaran ini, perlu adanya keimanan dan ketakwaan yang mendalam yang memotivasi hati nurani Muslim untuk melakukan sebuah pekerjaan secara ikhlas untuk mendapatkan rida Allah. Diasumsikan bahwa mereka yang menggunakan Internet untuk mendiskusikan isu-isu yang terkait dengan Islam adalah tertarik kepada Islam dan mempunyai keinginan untuk menghabiskan waktu dan tenaga demi ketinggian Islam. Meskipun tidak ada satu kajian khusus yang menghubungkan penggunaan Internet dengan keimanan dan ketakwaan, namun dapat dipahami bahwa keinginan untuk menghabiskan waktu dan uang adalah di antara tanda-tanda mempunyai komitmen tertentu terhadap Islam. Firman Allah Swt: والذين آمنوا أشد حبا لله (Orang-orang beriman lebih besar kecintaannya kepada Allah).[10] Ini menyiratkan bahwa seorang yang mencintai Allah siap berkorban untuk-Nya. Mencurahkan waktu, usaha, gagasan dan uang adalah pengorbanan yang dibutuhkan seseorang khususnya ketika seorang terlibat dalam diskusi online. Oleh karena itu, diskusi online adalah sebuah peluang yang dapat digunakan untuk melakukan kerja-kerja dakwah lantaran ia mungkin dapat menciptakan komunitas online yang peduli terhadap Islam.

3. Mobilisasi
Mobilisasi didefinisikan sebagai sebuah proses menarik orang untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas oleh sebuah organisasi atau gerakan sosial yang biasanya berhubungan dengan tindakan politik. Rosenstone dan Hansen mendefinisikan mobilisasi sebagai “proses yang digunakan oleh kandidat, partai, aktivitis, dan kelompok untuk membujuk orang lain untuk berpartisipasi” (The process by which candidates, parties, activists, and groups induce other people to participate).[11] Mobilisasi dakwah merupakan sebuah upaya untuk melakukan dakwah, tidak hanya dalam politik namun dalam semua aspek kehidupan sepanjang berada dalam ruang menyeru orang kepada kebaikan dan kebenaran. Ini berbeda dengan pemikiran filsafat Barat karena ia memisahkan agama dari politik, sementara dalam Islam, politik adalah bagian dan paket dari dakwah. Oleh karena itu, jangkauan mobilisasi dakwah berkisar dari pendekatan personal terhadap dakwah kepada partisipasi dalam kampanye publik selama pemilihan. Dengan kata lain, wilayah dakwah tidak hanya di seputar masjid, namun harus merespons semua isu dalam masyarakat yang menyeru orang kepada kebaikan dan membantu mereka memecahkan persoalan-persoalan mereka. Dapat dikatakan bahwa mobilisasi dakwah adalah sebuah proses untuk mendidik orang untuk melakukan kerja-kerja dakwah dan merekrut mereka menjadi aktivis dakwah.
Kemajuan Internet meningkatkan mobilisasi dakwah ini karena daya interaksinya dan komunikasi instannya dengan biaya dan tenaga yang lebih rendah. Dari perspektif dakwah, ia menciptakan jaringan di kalangan masyarakat yang menyokong kerja-kerja dakwah yang, di satu sisi, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pengaturan, koordinasi dan mobilisasi. Sementara, di sisi lain, ia melahirkan perkembangan aktivitas yang mendukung peran gerakan Islam dalam masyarakat. Dalam pandangan inilah, media Internet harus digunakan karena mobilisasi adalah hirarki kerja yang tertinggi dalam dunia online karena partisipasi tidak hanya di depan komputer, namun juga secara langsung.

IV. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Internet memainkan peran yang sangat vital dalam pembentukan kesadaran masyarakat. Dakwah adalah tanggung jawab bagi seorang Muslim untuk menyampaikan kepada orang lain tentang kebaikan dan kebenaran dan mengajak mereka berpegang kepadanya. Karena watak Internet yang populis dan tidak mengenal batas wilayah, serta murah dan efisien, maka pegiat dan aktivis dakwah dapat menggunakan media ini untuk keberhasilan dakwah mereka, baik dalam bentuk facebook, twitter, blog, situs, dan lain-lain. Dalam kaitan ini, ada satu model dakwah online yang menekankan pada sosialisasi yang mencakup proses al-ta‘aruf (perkenalan) dan al-ta’aluf (harmoni) dengan sasaran dakwah (al-mad‘u). Sosialisasi ini dilakukan menurut tiga tingkatan interaksi online, yaitu penyebaran, partisipasi dan mobilisasi.
Daftar Pustaka
al-Bukhari, Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Isma‘il. Sahih al-Bukhari. Saudi Arabia: Bayt al-Afkar al-Dawliyyah, 1998.
Graham, Gordon. The Internet: A Philosophical Inquiry. London & Newyork: Routledge, 1999.
al-Jawziyyah, Ibn Qayyim Ilam al-Muwaqqiin ‘an Rabb al-‘Alamin. Tahqiq: Abu ‘Ubaydah Mashhur ibn Hasan Al Sulayman. Jilid 1. Riyad: Dar Ibn al-Jawzi, 1423 H.
Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah. al-Mu‘jam al-Wasit. Cet. ke-4. Kairo: Maktabah al-Shuruq al-Dawliyyah, 2004.
Manz}ur, Ibn. Lisan al-‘Arab. Kairo: Dar al-Maarif, tt.
Rosenstone, S.  J.  and  J.  M.  Hansen. Mobilization, Participation, and American Democracy. New York: Macmillan, 1993.
Shah}rur, Muh}ammad. Nahwa Usul Jadidah li al-Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah. Damaskus: al-Uhali, 2000.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
al-Tirmidhi, Muhammad ibn ‘Isa ibn Sawrah ibn. Sunan al-Tirmidhi. tahqiq: Muhammad Nasir al-Din al-Albani. Riyad: Maktabah al-Ma‘arif, tt.




* Makalah disampaikan dalam “Pelatihan Kader Mubalig”, yang diselenggarakan oleh Pengurus Nahdatul Ulama (MU) Sulawesi Tengah dengan Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah (Palu, 15 Juni-02 Juli 2012).
** Dosen Program Pascasarjana STAIN Datokarama Palu.
[1] Muhammad ibn ‘Isa ibn Sawrah ibn al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, tahqiq: Muhammad Nasir al-Din al-Albani (Riyad: Maktabah al-Ma‘arif, tt), 601. Kualitas hadis ini adalah hasan sahih.
[2] Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Isma‘il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Saudi Arabia: Bayt al-Afkar al-Dawliyyah, 1998), 46.
[3] Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Ilam al-Muwaqqiin ‘an Rabb al-‘Alamin, Tahqiq: Abu ‘Ubaydah Mashhur ibn Hasan Al Sulayman, Jilid 1 (Riyad: Dar Ibn al-Jawzi, 1423 H), 41.
[4] Lihat Muhammad Shahrur, Nahwa Usul Jadidah li al-Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah (Damaskus: al-Uhali, 2000).
[5] Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu‘jam al-Wasit, Cet. ke-4 (Kairo: Maktabah al-Shuruq al-Dawliyyah, 2004), 286; Lihat Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab (Kairo: Dar al-Ma‘arif, ), 1386.
[6] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 560.
[7] Gordon Graham, The Internet: A Philosophical Inquiry (London & Newyork: Routledge, 1999), 86-87.
[8] Mailing-list (milis) yang bernuansa Islami mulai marak di Indonesia sekitar tahun 1998-1999.
[9] Situs-situs Islam mulai bermunculan di Indonesia pada tahun 1999-2000, tidak hanya sekedar situs-situs institusi Islam, tetapi juga berisi aneka informasi dan fasilitas yang memang dibutuhkan oleh umat Islam.
[10] QS. Al-Baqarah (2): 165.
[11] S.  J.  Rosenstone  and  J.  M.  Hansen, Mobilization, Participation, and American Democracy (New York: Macmillan, 1993),  25.

Tidak ada komentar: